Minggu, 08 Februari 2015

MAKALAH PUASA WAJIB DAN PUASA SUNNAH

BAB I
                                     PENDAHULUAN                                              
1.1    Latar Belakang
Puasa merupakan amalan-amalan ibadah yang tidak hanya oleh umat sekarang tetapi juga dijalankan pada masa umat-umat terdahulu.bagi orang yang beriman ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan pahala kebaikan,dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya diantara amal-amal ibadah lainnya. Puasa difungsikan sebagai benteng yang kukuh yang dapat menjaga manusia dari bujuk rayu setan. Dengan puasa syahwat yang bersemayam dalam diri manusia akan terkekang sehingga manusia tidak lagi menjadi budak nafsu tetapi manusia akan menjadi majikannya.
Allah memerintahkan puasa bukan tanpa sebab. Karena segala sesuatu yang diciptakan tidaka ada yang sia-sia dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti demi kebaikan hambanya. Kalau kita mengamati lebih lanjut ibadah puasa mempunyai manfaat yang sangat besar karena puasa tidak hanya bermanfaat dari segi rohani tetapi juga dalam segi lahiri. Barang siapa yang melakukannya dengan ikhlas dan sesuai dengan aturan maka akan diberi ganjaran yang besar oleh allah.
Puasa mempunyai pengaruh menyeluruh baik secara individu maupun masyarakat dalam hadits telah disebutkan hal-hal yang terkait dengan puasa seperti halnya mengenai kesehatan, dan lain sebagainya. Dalam menjalankan puasa secara tidak langsung telah diajarkan perilaku-perilaku yang baik seperti halnya sabar, bisa mengendalikan diri dan mempunyai tingkah laku yang baik.





1.2    Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian puasa?
2.    Apa macam- macam puasa?
3.    Apa  syarat dan rukun puasa?
4.    Apa saja yang membatalkan puasa?
5.    Apa saja sunat-sunat dalam berpuasa?

1.3    Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk memberikan pedoman bagi kita umat islam dalam menjalankan ibadah khususnya ibadah puasa.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian Puasa
Puasa “Saumu” menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti  menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Menurut istilah agama islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.”
Firman Allah Swt :
وكلواوشربواحتىي يتبين لكم الخيط الابيض من الخيط الاسو دمن الفجر                                          
“Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.”(Al-baqarah:187).[1]

2.2    Macam - Macam Puasa
1.    Puasa Wajib
Puasa wajib artinya puasa yang dikerjakan mendapat pahala, jika tidak
dikerjakan mendapat dosa.
Adapun macam-macam puasa wajib adalah :
a.    Puasa Ramadhan
Puasa ramadhan ialah puasa yang dilaksanakan pada bulan ramadhan. Hukum melaksanakan puasa ramadhan adalah wajib bagi setiap orang yang telah memenuhi syarat wajibnya.
            Firman Allah Swt.
يَا أَيُّهَا الَّذِ يْنَ ءَامَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ  (البقرة:183) 
                     Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al Baqarah [2] : 183).
Puasa ramadhan mulai diwajibkan kepada umat Islam pada tahun kedua hijriyah. Dalam puasa ramadhan niat untuk berpuasa harus dilaksanakan malam hari sebelum puasa. Sedang untuk puasa sunah boleh dilaksanakan siang hari saat puasa sebelum matahari condong ke barat (masuk waktu dhuhur) asal sejak terbit fajar belum makan atau minum sama sekali.
Hal-hal yang disunahkan ketika berpuasa antara lain :
a)    memperbanyak membaca Al Qur’an.
b)   Segera berbuka jika sudah waktunya tiba.
c)    Ketika berbuka dengan makanan atau minuman yang manis, lebih utama
berbuka dengan kurma.
d)   Berdoa lebih dahulu ketika akan berbuka.
                 Doanya sebagai berikut :
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْ قِكَ اَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
                          Artinya : 
      “Ya Allah, untuk-Mu saya berpuasa, kepada-Mu beriman dan dengan rizki-Mu saya berbuka. Dengan rahmat-Mu ya Tuhan yang Maha Pengasih.”
e)    Mengakhirkan makan sahur kira-kira 15 menit sebelum waktunya imsak (habis).
f)    Memberi makan untuk berbuka atau sahur kepada orang yang berpuasa.
g)   Memperbanyak ibadah, sedekah dan infak.[2]

b.      Puasa Kifarat
Puasa kifarat yaitu puasa sebagai denda terhadap orang yang bersetubuh pada saat berpuasa (pada siang hari ) bulan ramadhan. Adapun denda (kifarat) bagi yang bersetubuh di siang hari bulan ramadhan yaitu :
a)    puasa dua bulan berturut-turut, atau
b)   memerdekakan seorang budak muslim, atau
c)    memberi makan orang miskin sebanyak 60 (enam puluh) orang.

c.    Puasa Nazar
     Puasa nazar ialah puasa yang dilakukan karena pernah berjanji untuk berpuasa jika keinginannya tercapai. Misalnya seorang siswa bernazar: “jika saya mendapat rangking pertama maka saya akan puasa dua hari”. Jika keinginannya tersebut tercapai maka puasa yang telah dijanjikan (dinazarkannya) harus (wajib) dilaksanakan. Hukum nazar sendiri adalah mubah tetapi pelaksanaan nazarnya jika hal yang baik wajib dilaksanakan, tetapi jika nazarnya jelak tidak boleh dilaksanakan, misalnya jika tercapai keinginannya tadi akan memukul temannya maka memukul temannya tidak boleh dilaksanakan.

2.      Puasa Sunah
Puasa sunah adalah puasa yang boleh dikerjakan dan boleh tidak, puasa sunah sering disebut dengan puasa Tathawu’ artinya apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila tidak dilakukan tidak berdosa. Ada beberapa  macam puasa sunah yang waktu pelaksanaannya berbeda-beda, antara lain;
a.    Puasa Syawal, Yang dimaksud dengan puasa Syawal adalah puasa enam hari di bulan Syawal setelah tanggal 1 di bulan Syawal, yang pelaksanaannya boleh secara berturut-turut dan boleh selang-seling yang penting sejumlah enam hari.[3]
Nabi Muhammad saw. bersabda ;
عَنْ اَبِي اَيُّوْبِ اْلأَ نْصَارِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ  أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ   ثُمَّ أَتَّبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامُ الدَّ هْرِ  (رواه مسلم)

Artinya : “Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al Anshari r.a. bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda: Barang siapa berpuasa Ramadhan, lalu disusul  dengan berpuasa 6 (enam) hari di bulan Syawal, maka ( pahalanya ) bagaikan puasa setahun penuh.” ( H.R Muslim)
b.    Puasa hari Arafah, Puasa sunah hari arafah adalah puasa sunah yang pelaksanaannya dilakukan pada tanggal 9 Dzuhijjah. Puasa sunah hari arafah dapat menghapus dosa selama 2 (dua) tahun,  yakni setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ: أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ . . . (رواه مسلم)
Artinya :
“ Puasa hari Arafah itu dihitung oleh Allah dapat menghapus ( dosa ) dua tahun, satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang.”   (HR Muslim ).
c.    Puasa Asyura, Puasa sunah pada bulan Asyura, ada tiga tingkatan, yaitu :
1.      Berpuasa tiga hari yaitu, tanggal  9,  10 dan 11 di bulan Syura atau Muharam.
2.      Berpuasa dua hari yaitu, tanggal 9 dan 10 di  bulan Syura atau Muharam.
3.      Berpuasa satu hari yaitu,  tanggal 10 Syura atau Muharam.
Bulan Syura adalah bulan kemenangan nabi Musa as dan Bani Israil dari musuh, barang siapa berpuasa As Syura dihapus ( dosanya ) satu tahun yang lalu.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;
صِيَامُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءِ: أَحَتسِبَ عَلَى الله أَنْ يُكَفِرَ السَّنَةِ الَّتِى قَبْلَهُ  (رواه مسلم)
Artinya :
“ Puasa pada hari As Syura menghapus ( dosa )  selama satu tahun yang lalu.” ( H.R. Muslim).

d.   Puasa bulan Sya’ban
Puasa di bulan Sya’ban ini tidak ada ketentuan, apabila dalam mengerjakan puasa di bulan Sya’ban  lebih banyak daripada di bulan lain adalah lebih baik. 
Nabi bersabda :
كاَنَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ كُلَّهُ, كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانِ اِلاَّ قَلِيْلاً  (أخرجه البخارى)
Artinya :
Rasulullah pernah berpuasa penuh di bulan sya’ban, juga pernah berpuasa di bulan sya’ban tidak penuh (dengan tidak berpuasa pada hari-hari yang sedikit jumlahnya)” (H.R. Bukhari)

e.    Puasa hari Senin dan Kamis
Allah Swt pada setiap Senin dan kamis  mengampuni dosa-dosa setiap muslim, supaya kita diampuni dosanya oleh Allah,  maka berpuasalah.
Rasulullah saw. bersabda ;
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تُعْرَضُ اْلأَ عْمَالِ كُلَّ اثْنَيْنِ وَ خَمِيْسِ فَأَحَبُّ اَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَاَنَا صَائِم (رواه أحمد والترمذى)
Artinya : “ Rasulullah saw. bersabda : Ditempatkan amal-amal umatku pada hari Senin dan Kamis, dan aku senang amalku ditempatkan, maka aku berpuasa.”  (HR Ahmad dan Tirmidzi ).  
Hadis diriwayatkan dari Aisyah, Nabi SAW. bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ يَتَحَرَّى صِيَامُ اْلاِ ثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ  (رواه الترمذى)
Artinya : “Dari Aisyah ra. Ia berkata: Bahwasanya Nabi SAW selalu memilih puasa hari senin dan hari kamis.” (H.R. Tirmidzi)

f.     Puasa pada pertengahan bulan Qomariyah
Puasa pertengahan bulan ini dilakukan setiap tanggal 13, 14 dan 15 Qamariyah.
Sabda Rasulullah saw.
عَنْ اَبِى ذَرٍّ مَنْ صَامَ ثَلاَ ثَةَ اَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ فَقَدْ صَامَ الدَّ هْرَ كُلَّهُ (اخرجه احمد والترمذى)
Artinya :
“ Dari Abu Dzar,  : Barang siapa puasa tiga hari setiap bulannya maka sungguh ia telah puasa selama satu tahun penuh.”  ( HR Ahmad dan Tirmidzi )
Hadis Abu Dzar yang lain menjelaskan:
اِذَا صُمْتُ مِنَ الشَّهْرِ ثلاَ ثَةَ فَصُمَّ ثَلاَثَ عَشَرَةَ وَاَرْبَعَ عَشَرَةَ وَخَمْسَ عَشَرَةَ   (اخرجه احمد والترمذى وابن حبان)
Artinya :
“Ketika kamu ingin puasa setiap bulan tiga hari maka puasalah setiap tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulannya. (H.R. Ahmad,Tirmidzi dan Ibnu Hiban)

g.    Puasa Daud
Puasa Daud yaitu puasa yang dilakukan dengan cara sehari berpuasa sehari berbuka ( tidak berpuasa ).
Nabi SAW. bersabda :

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ: اِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ اِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ, وَأَحَبَّ الصَّلاَةِ اِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلاَمِ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ, وَيَقُوْمُ ثَلَثَهُ , وَيَنَامُ سُدُسَهُ, وَكَانَ يَصُوْمُ يَوْمًاوَيُفْطِرُ يَوْمًا (اخرجه البخارى)
Artinya :
“Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya puasa (sunah) yang paling disenangi oleh Allah adalah puasa Nabi Dawud, dan salat (sunah) yang paling disenangi oleh Allah adalah salat Nabi Dawud, Nabi Dawud tidur separuh malam, lalu salat sepertiga malam, kemudian tidur lagi seperenam malam, dan beliau berpuasa sehari lalu berbuka sehari (selang-seling)” (H.R. Bukhari) 


3.      Puasa makruh
Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu antara lain :
a.       Puasa pada hari Jumat secara tersendiri
Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu dilakukan secara mandiri. Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa.
Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Janganlah kamu berpuasa pada hari Jum’at, melainkan bersama satu hari sebelumnya atau sesudahnya.”
b.      Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan
Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau bersabda: “Janganlah salah seorang dari kamu mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa, maka berpuasalah hari itu.”
c.       Puasa pada hari syak (meragukan)
Dari Shilah bin Zufar berkata: Kami berada di sisi Amar pada hari yang diragukan Ramadhan-nya, lalu didatangkan seekor kambing, maka sebagian kaum menjauh. Maka ‘Ammar berkata: Barangsiapa yang berpuasa hari ini maka berarti dia mendurhakai Abal Qasim saw.

4.      Puasa Haram
Ada puasa pada waktu tertentu yang hukumnya haram dilakukan, baik karena waktunya atau karena kondisi pelakukanya.
a.       Hari Raya Idul Fitri
Tanggal 1 Syawwal telah ditetapkan sebagai hari raya sakral umat Islam. Hari itu adalah hari kemenangan yang harus dirayakan dengan bergembira. Karena itu syariat telah mengatur bahwa di hari itu tidak diperkenankan seseorang untuk berpuasa sampai pada tingkat haram. Meski tidak ada yang bisa dimakan, paling tidak harus membatalkan puasanya atau tidak berniat untuk puasa.
b.      Hari Raya Idul Adha
Hal yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai Hari Raya kedua bagi umat Islam. Hari itu diharamkan untuk berpuasa dan umat Islam disunnahkan untuk menyembelih hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir msikin dan kerabat serta keluarga. Agar semuanya bisa ikut merasakan kegembiraan dengan menyantap hewan qurban itu dan merayakan hari besar.
c.       Hari Tasyrik
Hari tasyrik adalah tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah. Pada tiga hari itu umat Islam masih dalam suasana perayaan hari Raya Idul Adha sehingga masih diharamkan untuk berpuasa. Pada tiga hari itu masih dibolehkan utnuk menyembelih hewan qurban sebagai ibadah yang disunnahkan sejak zaman nabi Ibrahim as.
d.      Puasa sepanjang tahun / selamanya
Diharamkan bagi seseorang untuk berpuasa terus setiap hari. Meski dia sanggup untuk mengerjakannya karena memang tubuhnya kuat. Tetapi secara syar`i puasa seperti itu dilarang oleh Islam. Bagi mereka yang ingin banyak puasa, Rasulullah SAW menyarankan untuk berpuasa seperti puasa Nabi Daud as yaitu sehari puasa dan sehari berbuka

2.3    Penentuan Awal Puasa
Puasa Ramadhan adalah puasa yang telah ditentukan jumlah bilangan hari dan waktu pelaksanaannya, yakni satu bulan penuh. Ada yang berjumlah 30 hari ada pula yang berjumlah 29 hari. Perintah puasa pertama kali adalah pada tahun ke-2 Hijriah. Untuk menentukan awal dan akhir bulan ramadhan dapat dimulai dengan salah satu sebab sebagai berikut:
1.    Dengan cara rukyatul hilal, yaitu dengan melihat bulan sabit tanggal satu bulan qamariyah dengan mata telanjang.
فمن شهد منكم الشهر فليسمه                                                                                        
Artinya: “maka diantara kamu sekalian yang menyaksikan akan adanya awal ramadhan haruslah ia puasa”(QS. AL-Baqarah:185)
Oleh para ulama masih dipersoalkan tentang Hilal (melihat bulan):
a.    Menurut Imam Hanafi
a)    Jika seandainya langit cerah, wajib yang melihat itu semuanya/orang banyak (melihat bulan). Dan orang tersebut mengatakan ashadu dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah.
b)   Dan kalau seandainya cuaca tidak cerah (mendung/berkabut), maka cukup satu orang yang adil, berakal, baliqh (kesaksian). Dan tidak perlu mengucap ashadu.

b.   Menurut Imam Maliki
a)    Yang melihat hilal itu orang banyak, maka wajib puasa, sekalipun orang yang melihat hilal itu tidak semuanya adil.
b)   Bahwa yang melihat hilal itu 2 orang yang adil.
c)    Kalau yang melihat hilal hanya 1 orang (laki-laki), maka yang wajib puasa hanya dia sendiri.

c.    Menurut Imam Syafi’i
a)    Melihat oleh orang yang adil, walaupun hanya 1 orang (baik laki-laki / perempuan) dan wajib mengucap ashadu.
b)   Kalau yang melihat hilal itu orang yang tidak adil (baik laki-laki / perempuan) maka puasa wajib hanya bagi dirinya.

d.   Menurut Imam Hambali
Diterima,apabila hilal itu dilihat (perkadaan) 1 orang mukallaf (laki-laki/perempuan, merdeka/hamba) yang adil, baik adil secara zhahir maupun secara batin. Baik cuaca cerah /mendung dan mengucapkam ashadu.

kesimpulan hukum bahwa permulaan puasa itu harus berdasarkan atas rukyat bila cuaca cerah; dan atas dasar istikmal (menggenapkan jumlah bilangan bulan Sya'ban) bila cuaca buruk, misalnya karena mendung sehingga tidak memungkinkan dilakukan rukyat.  
2.    Berita terlihatnya bulan
a.    Menurut Malik, tidak boleh berpuasa dan berbuka kalau informasinya kurang dari dua orang yang adil. Riwayat dari Malik bahwa dia tidak menerima kesaksian dua orang informan, kecuali bila cuaca berawan.
b.    Menurut Syafi’I dari riwayat Muzani, untuk memulai puasa cukup seorang informan, sedangkan untuk berbuka atau berahri raya minimal dua orang informan.
c.    Menurut Abu Hanifah, kalau cuaca berawan, cukup seorang informan, kalau cuaca cerah harus sekelompok informan. Riwayat dari Abu hanifah bahwa dia menerima kesaksian dua orang informan yang adil pada saat cuaca cerah.[4]

3.    Dengan kabar mutawatir, yaitu kabar orang banyak, sehingga mustahil mereka akan dapat sepakat berdusta atau sekata atas kabar yang dusta.
4.    Percaya kepada orang yang melihat.
5.    Dengan ilmu hisab atau kabar dari ahli hisab (ilmu bintang).[5]





2.4    Waktu Niat Puasa
Sebagaimana diketahui, bahwa niat itu adalah salah satu rukun dri puasa, namun bukan saja puasa, tetapi semua ibadah harus dimulai dengan niat yang ikhlas kepada Allah.
Nabi bersabda:           
اءنماالا عما ل با لنيا ت ...... (رواه البخارى ومسلم)      
sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat…” (HR. Bukhari,        muslim).
Mengenai waktu niat, terdapat perbedaan pendapat. Dalam hal niat puasa wajib (jenis apa saja), para ulama berbagai mazhab sepakat bahwa niat harus dilaksanakan pada malam hari. Pendapat ini didasarkan pada hadis Rasul saw. yang diriwayatkan oleh Sayidah 'Aisyah:
"Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum terbit fajar, maka tidak sah puasanya".
Lain halnya puasa sunnah, waktu berniat tidak harus malam hari, tapi bisa dilakukan setelah terbit fajar sampai sebelum tergelincirnya matahari (waktu Dzuhur) dengan syarat ia belum makan/minum sedikitpun sejak Subuh. Bahkan ulama mazhab Hambali, untuk puasa sunah, membolehkan berniat setelah waktu Dzuhur. Kembali ke persoalan, seandainya lupa berniat pada malam hari atau tertidur, bolehkah melakukan niat setelah terbit fajar atau pagi harinya?
Ada beberapa pendapat mengenai waktu niat puasa menurut 4 madzhab :
1.    Pendapat mazhab Hanafiyah : Lebih baik bila niat puasa (apa saja) dilakukan bersamaan dengan terbitnya fajar, karena saat terbit fajar merupakan awal ibadah. Jika dilaksanakan setelah terbitnya fajar, untuk semua jenis puasa wajib yang sifatnya menjadi tanggungan/hutang (seperti puasa qadha, puasa kafarat, puasa karena telah melakukan haji tamattu' dan qiran --sebagai gantinya denda/dam, dll) maka tidak sah puasanya.
Karena, menurut mazhab ini, puasa-puasa jenis ini niatnya harus dilakukan pada malam hari. Tapi lain dengan puasa wajib yang hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, seperti puasa Ramadhan, nadzar, dan pusa-puasa sunnah yang tidak dikerjakan dengan sempurna, maka boleh saja niatnya dilakukan setelah fajar sampai sebelum Dhuhur.

2.    Mazhab Malikiyah : Niat dianggap sah, untuk semua jenis puasa, bila dilakukan pada malam hari atau bersamaan dengan terbitnya fajar. Adapun apabila seseorang berniat sebelum terbenamnya matahari pada hari sebelumnya atau berniat sebelum tergelincirnya matahari pada hari ia berpuasa maka puasanya tidak sah walaupun puasa sunnah.

3.    Mazhab Syafi'iyah : Untuk semua jenis puasa wajib (baik yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu seperti puasa Ramadhan; yang sifatnya menjadi tanggungan seperti qadha, nazar, kafarat, dll.) niat harus dilakukan pada malam hari. Adapun puasa sunnah, niat bisa dilakukan sejak malam hari sampai sebelum tergelincirnya matahari.
Karena Nabi saw. suatu hari berkata pada 'Aisyah: 'Apakah kamu mempunyai makanan?'. Jawab 'Aisyah: 'Tidak punya'. Terus Nabi bilang: 'Kalau begitu aku puasa'. Lantas 'Aisyah mengisahkan bahwa Nabi pada hari yang lain berkata kepadanya: 'Adakah sesuatu yang bisa dimakan?'. Jawab 'Aisyah: 'Ada'. Lantas Nabi berkata: 'Kalau begitu saya tak berpuasa, meskipun saya telah berniat puasa'.
4.    Mazhab Hanbaliyah : Tidak beda dari Syafi'iyah, mazhab ini mengharuskan niat dilakukan pada malam hari, untuk semua jenis puasa wajib. Adapun puasa sunnah, berbeda dari Syafi'iyah, niat bisa dilakukan walaupun telah lewat waktu Dhuhur (dengan syarat belum makan/minum sedikitpun sejak fajar).

2.5  Syarat–Syarat Puasa
1.      Syarat Wajib Puasa
a.    Berakal, orang yang gila tidak wajib Puasa.
b.    Balig (umur 15 tahun ke atas) atau ada tanda yang lain. Anak-anak tidak wajib puasa.
c.    Kuat berpuasa, orang yang tidak kuat, misalnya karena sudah tua atau sakit, tidak wajib puasa.
2.      Syarat Sah Puasa
a.         Islam, orang yang bukan islam tidak sah puasa.
b.        Mumayiz (dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik).
c.         Suci dari darah haid (kotoran) ataupun nifas(darah sehabis melahirkan).
Orang yang haid atau nifas itu tidak sah puasa, tetapi keduanya wajib mengqada (membayar) puasa yang tertinggal itu secukupnya.
d.        Dalam waktu yang diperbolehkan puasa padanya. Dilarang pada dua hari raya dan hari Tasyriq (tanggal 11-12-13).[6]

2.6    Rukun Puasa
1.      Niat pada malamnya, yaitu setiap malam selama bulan ramadhan. Yang dimaksud dengan malam puasa ialah malam yang sebelumnya.
Kecuali puasa sunat, boleh  berniat pada siang hari, asal sebelum zawal (matahari condong ke barat)
2.      Menahan diri dari segala yang membatalkan sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.[7]




2.7    Perkara yang Membatalkan Puasa
1.    Makan dan Minum
Firman Allah Swt :
وكلواوشربواحتىي يتبين لكم الخيط الابيض من الخيط الاسو دمن الفجر                                          
“ Makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar.”(Al-baqarah : 187)
Makan dan minum yang membatalkan puasa ialah dilakukan dengan sengaja. Kalau tidak sengaja, misalnya lupa, tidak membatalkan puasa.
Sabda Rasulullah Saw :
Artinya : “  Barang siapa lupa, sedangkan ia dalam keadaan puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah puasanya disempurnakan, karena sesungguhnya Allah-lah yang memberinya makan dan minum.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Memasukan sesuatu kedalam lubang yang ada pada badan, seperti lubang telinga, hidung, dan sebagainya, menurut sebagian ulama sama dengan makan dan minum, artinya membatalkan puasa. Mereka mengambil alas an dengan qias, diqiaskan (disamakan) dengan makan dan minum. Ulama yang lain berpendapat bahwa hal itu tidak membatalkan karena tidak dapat diqiaskan dengan makan dan minum. Menurut pendapat yang kedua itu, kemasukan air sewaktu mandi tidak membatalkan puasa, begitu juga memasukkan obat melalui lubang badan selain mulut, suntik, dan sebagainya, tidak membatalkan puasa karena yang demikian tidak dinamakan makan atau minum.
2.    Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali kedalam. Muntah yang tidak disengaja tidaklah membatalkan puasa.
Sabda Rasulullah Saw :
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw, telah berkata, “ Barang siapa terpaksa muntah, tidaklah wajib mengqada puasanya, dan barang siapa yang mengusahakan muntah, maka hendaklah dia mengqada puasanya. “ Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban).

3.      Bersetubuh
Firman Allah Swt :
احل لكم ليلة الصيا م الرفث ال نسا بكم                                                                       
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu.” (Al-baqarah :187)
Laki-laki yang membatalkan puasanya dengan bersetubuh diwaktu siang hari dibulan Ramadhan, sedangkan dia berkewajiban puasa, maka ia wajib membayar kafarat. Kafarat ini ada 3 tingkat :
a.    Memerdekakan hamba
b.    Kalau tidak sanggup memerdekakan hamba puasa dua bulan berturut-turut.
c.    Kalau tidak kuat puasa bersedekah dengan makanan yang mengenyangkan kepada enam puluh fakir miskin, tiap-tiap orang ¾ liter.

4.      Keluar darah haid (kotoran) atau nifas (darah sejabis melahirkan).
“ Dari Aisyah. Ia berkata, “ Kami disuruh oleh Rasulullah Saw. Mengqada puasa, dan tidak disuruhnya untuk mengqada shalat. “ (Riwayat Bukhari)

5.      Gila, jika gila itu dating waktu siang hari, batallah puasa.
6.      Keluar mani dengan sengaja (karena bersentuhan dengan perempuan atau lainnya). Karena keluar mani itu adalah puncak yang dituju orang pada persetubuhan, maka hukumnya disamakan dengan bersetubuh. Adapun keluar mani karena bermimpi, mengkhayal, dan sebagainya, tidak membatalkan puasa.[8]



Orang-orang yang diperbolehkan berbuka pada Bulan Ramadhan adalah sebagai berikut :
1.        Orang yang sakit apabila tidak kuasa berpuasa, atau apabila berpuasa maka sakitnya akan bertambah parah atau akan melambatnya sembuhnya menurut keterangan yang ahli dalam hal itu. Maka orang tersebut boleh berbuka, dan ia wajib mengqada apabila sudah sembuh, sedangkan waktunya adalah sehabis bulan puasa nanti.
2.        Orang yang dalam perjalanan jauh (80,640 km) boleh berbuka, tetapi ia wajib mengqada puasa yang ditinggalkannya itu.        
3.        Orang tua yang sudah lemah, tidak kuat lagi berpuasa karena tuanya, atau karena memang lemah fisiknya, bukan karena tua. Maka ia boleh berbuka, dan ia wajib membayar Fidyah (bersedekah) tiap hari ¾ liter beras atau yang sama dengan itu (makanan yang mengenyangkan) kepada fakir dan miskin.
4.        Orang hamil dan orang yang menyusui anak. Kedua perempuan tersebut, kalau takut akan menjadi mudarat kepada dirinya sendiri atau beserta anaknya, boleh berbuka, dan mereka wajib mengqada sebagaimana orang yang sakit. Kalau keduanya hanya takut akan menimbulkan mudarat terhadap anaknya (takut keguguran atau kurang susu yang dapat menyebabkan si anak kurus), maka keduanya boleh berbuka serta wajib qada dan wajib Fidyah (memberi makan fakir miskin, tiap-tiap hari ¾ liter). Keterangannya adalah ayat di atas dan sabda Rasulullah Saw, berikut ini :
“Dari Anas. Rasulullah Saw. Telah berkata, “ sesungguhnya Allah telah memaafkan setengah Shalat dari orang musafir, dan memaafkan pada puasanya, dan Dia memberikan (kemurahan) kepada wanita yang hamil dan yang sedang menyusui.” (Riwayat lima orang ahli hadis).[9]



Mentakhirkan Qada
Batas waktu melakukan qada puasa adalah sampai datang bulan puasa berikutnya bagi orang yang mungkin menqadanya. Tetapi apabila tidak dilakukannya, maka ia wajib mengqada serta membayar Fidyah (member makan fakir miskin tiap-tiap hari ¾ liter beras atau yang sama dengan itu). Pendapat tersebut berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Daruqutni, dari Abu Hurairah, tetapi Daruqutni sendiri mengatakan bahwa hadist itu lemah, sebenarnya hanya perkataan Abu Hurairah saja. Kata pemuka islam syaukani, membayar fidyah itu tidak berasalan satu hadis pun dari Rasulullah Saw, dan perkataan sahabat tidak dapat menjadi alas an. Jadi, sebenarnya hal itu tidak wajib dilakukan karena tidak ada keterangan yang mewajibkannya.
Orang yang meninggalkan puasa Ramadhan karena udzur diwajibkan segera mengqada puasanya itu pada hari permulaan kesempatan yang didapatnya sesudah hari raya. Sebagian ulama berpendapat, tidak wajib mengqada dengan segera, tetapi sepanjang tahun, itu adalah waktunya untuk mengqada. Ia boleh memilih sembarang hari dalam tahun itu untuk mengqada.

Berpantik (berbekam)
Berpantik pada siang hari bagi orang yang puasa, membatalkan puasa atau tidak ? sebagian ulama berpendapat tidak, Mereka mengambil alasan hadis berikut : “ Dari Ibnu Abbas, “ Sesungguhnya Nabi Saw, telah berpantik ketika beliau dalam keadaan ihram dan puasa. “ ( Riwayat Bukhari).
Ulama yang lain berpendapat bahwa berpantik itu membatalkan puasa pendapat ini beralasan :
Sabda Rasulullah : “ Rasulullah Saw, berkata, “ Batallah puasa orang yang memantik dan yang berpantik. “ (Riwayat Ahmad dan Tirmidzi)
Hadist yang pertama lebih kuat daripada hadist yang kedua. Maka dengan sendirinya pendapat yang pertama lebih kuat daripada pendapat yang kedua.[10]

Junub sampai pagi hari puasa
Ada orang islam yang menyangka bahwa junub sampai pagi (sampai terbit fajar) dalam bulan Ramadan dapat membatalkan puasa. Persangkaan yang demikian tidak beralasan. Sebenarnya hal itu tidak mengurangi puasa, baik junub karena bersetubuh ataupun sebab lain, sebaiknya dia segera mandi sebelum terbit fajar karena dikhawatirkan terjadi hal yang membatalkan misalnya kemasukan air ketika mandi.
Menggantikan Puasa Orang Lain
Orang yang meninggalkan Puasa Ramadhan karena udzur, kemudian ia mati sebelum mengqada puasanya, umpanya udzurnya terus menerus sampai ia meninggal, ia tidak berdosa dan tidak wajib qada, tidak pula wajib fidyah . Adapun apabila ia meninggal sesudah ada kemungkinan untuk mengqada, tetapi tidak dikerjakannya, hendaklah dikerjakan (diqada) oleh familinya.
Sabda Rasulullah Saw : “ Dari Aisyah Rasulullah Saw, telah berkata, “ Barang siapa yang mati dengan meninggalkan kewajiban (qada) puasa, hendaklah walinya berpuasa untuk menggantikannya. “ (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan “wali” dalam hadist ini ialah keluarga dekatnya. Adapula pendapat lain, bahwa puasa yang boleh dikerjakan oleh orang lain itu hanya puasa nazar. Adapula pendapat lain, yaitu hendaklah diambilkan dari harta peninggalannya dan disedekahkan kepada fakir miskin, tiap-tiap hari ¾ liter makanan yang mengenyangkan.[11]
2.8    Sunat Puasa
1.    Menyegerakan berbuka apabila telah nyata dan yakin bahwa matahari sudah terbenam.
Sabda Rasulullah Saw :
“ Dari Sabl Sa’ad, “Rasulullah Saw. Berkata, ‘senantiasa manusia dalam kebaikan selama mereka menyegerakkan berbuka puasa’.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
2.    Berbuka dengan Kurma, sesuatu yang manis, atau dengan air.
Diriwayatkan :
Dari Anas, “ Nabi Saw. Berbuka dengan rutab (kurma gemading) sebelum shalat, kalau tidak ada dengan kurma, kalau tidak ada juga , beliau minum beberapa teguk. “(Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi)
3.    Berdoa sewaktu berbuka puasa
Sabda Rasulullah Saw :
Dari Ibnu Umar, “Rasulullah Saw. Apabila berbuka puasa, beliau berdoa: Ya Allah, karena engkau saya puasa, dan dengan rezeki pemberian Engkau saya berbuka, dahaga telah lenyap dan urat-urat telah minum, serta pahala tetap bila allah Swt. Menghendaki.”( Riwayat Bukhari dan Muslim)
4.    Makan sahur sesudah tengah malam, dengan maksud supaya menambah kekuatan ketika puasa.
Sabda Rasulullah Saw :
Dari Anas. “Rasulullah Saw. Telah berkata,’ makan sahurlah kamu. Sesungguhnya makan sahur itu mengandung berkat (menguatkan badan menahan lapar karena puasa)’.”(Riwayat Bukhari dan Muslim)
5.    Mentakhirkan makan sahur sampai kira-kira 15 menit sebelum fajar.
Sabda Rasulullah Saw :
Dari Abu Zar,”Rasulullah Saw. Telah berkata ,’senantiasa umatku dalam kebaikan selama mereka mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka.”(Riwayat Ahmad)
6.    Memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang puasa.
7.    Hendaklah memperbanyak sedekah selama dalam bulan puasa
8.    Memperbanyak membaca Al-quran dan mempelajarinya (belajar atau mengajar) karena mengikuti perbuatan Rasulullah Saw.[12]

2.9    Hikmah Puasa
Ibadah puasa mengandung beberapa hikmah, diantaranya sebagai berikut :
1.    Tanda terimakasih kepada Allah Swt karena semua ibadah yang mengadung arti terimakasih kepada Allah atas nikmat pemberian-Nya yang tidak terbatas banyaknya, dan tidak ternilai harganya.
Firman Allah Swt :
وان تعدوا نعمت الله لاتحصوها                                                                                    
“ Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidak dapat kamu menghinggakannya.”(Ibrahim: 34)
2.    Didikan kepercayaan
Seorang yang telah sanggup menahan makan dan minum dari harta yang halal kepunyaannya sendiri, karena ingat perintah Allah, sudah tentu ia tidak akan meninggalkan segala perintah Allah, dan tidak akan berani melanggar segala larangan-Nya.
3.    Didikan perasaan belas kasihan terhadap fakir-miskin karena seseorang yang telah merasa sakit dan pedihnya perut keroncongan. Hal itu akan dapat mengukur kesedihan dan kesusahan orang yang sepanjang masa merasakan ngilunya perut yang kelaparan karena ketiadaan. Dengan demikian, akan timbul perasaan belas kasihan dan suka menolong fakir miskin.
4.    Guna menjaga kesehatan.[13]


BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Puasa adalah salah satu rukun islam yang wajib dikerjakan oleh hamba Allah yang bertakwa, didalamnya banyak terdapat manfaat bagi jasmani dan rohani, puasa sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu puasa wajib dan puasa sunah.
Puasa wajib adalah puasa wajib dikerjakan yang dilaksanakan mendapat pahala dan tidak dikerjakan mendapat dosa. Puasa Sunnah adalah puasa yang boleh dikerjakan ataupun tidak. Puasa wajib meliputi puasa ramadhan, puasa kafarat, dan puasa nadzar. Sedangkan puasa sunah meliputi puasa daud, puasa senin kamis, puasa syawal, puasa arafah, puasa asyura, puasa sya’ban, dan puasa pada bulan pertengahan komariah.
Puasa haruslah dilakukan pada selain hari-hari yang telah diharamkan dan dalam menjalankannyapun harus menghindari hal-hal yang dapat membatalkan puasa.diantaranya muntah dengan sengaja,ragu, berubah niat, danlain sebagainya.
Puasa mengandung banyak hikmah baik dalam segi kejiwaan seperti membiasakan sabar dan berprilaku baik. Dalam segi social seperti sikap saling tolong menolong.dalam segi kesehatan seperti, membersihkan usus. Maupun dalam segi rohani yaitu selalu berdzikir kepada allah.











[1] Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo, Bandung, Hlm 220
[2] Anepule,”Puasa Wajib dan sunah”, Puasa Wajib dan sunah, di akses dari http://anesjaepule.wordpress.com/2013/09/11/puasa-wajib-dan-sunnah/ pada tanggal 13 April 2014 pukul 15.00
[3] Anepule,”Puasa Wajib dan sunah”, Puasa Wajib dan sunah, di akses dari http://anesjaepule.wordpress.com/2013/09/11/puasa-wajib-dan-sunnah/ pada tanggal 13 April 2014 pukul 15.00

[4] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Pustaka Amani, Jakarta, Hlm. 640-641
[5] Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo, Bandung, Hlm. 223
[6] Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo, Bandung, Hlm.227-228
[7] Sulaiman Rasyid, op.cit, hlm 229
[8] Sulaiman Rasyid, op.cit., hlm 230-232
[9] Sulaiman Rasyid, op.cit., hlm 233-234
[10] Sulaiman Rasyid, op.cit., hlm 234-235
[11] Sulaiman Rasyid, op.cit., hlm 236-237
[12] Sulaiman Rasyid, op.cit., hlm 238-240
[13] Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Sinar Baru algensindo, Bandung, Hlm 243



DAFTAR PUSTAKA
Rasyid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Rusyid, Ibnu. 2007. Bidayatul Mujtahid. Jakarta: Pustaka Amani
Http://Suyantoaddimawi.Blogspot.Com/2013/05/Fikih-Puasa.Html, tanggal 13 April 2014, pukul 13.15 WIB
Http://Perbandingan Mazhab (Sebab-Sebab Timbulnya Pendapat).Html, tanggal 13 April 2014, pukul 13.30 WIB
Http://Cara Niat Puasa Menurut Empat Mazhab ~ Kajian Islami.Html, tanggal 13 April 2014, pukul 14.00 WIB


 

5 komentar: