KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat
Allah SWT, karena atas izin dan kehendak-Nyalah saya dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu yang berjudul “Pelayanan Publik dalam Sistem
Administrasi Negara Indonesia”.
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, dan
saya mencoba untuk memaparkan apa yang telah saya tulis kedalam sebuah makalah
ini.
Saya berharap setelah selesainya tugas
makalah ini, bisa bermanfaat bagi semuanya, dan berguna bagi proses
pembelajaran dan saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
karena makalah yang saya susun ini masih sangat jauh dari kata kesempurnaan.
Dalam suatu perkataan “tiada gading yang
tak retak” artinya dalam suatu karya tak akan luput dari kesalahan dan
kekurangan sehingga saya memohon maaf jika makalah yang saya buat, masih jauh
dari kesempurnaan, serta saya ucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah
Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia yang telah memberikan tugas
makalah ini kepada saya semoga hasil karya saya bisa bermanfaat.
Bandung,
11 Februari 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR
ISI ............................................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar
Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan
Penulisan ...................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3
2.1 Pengertian Sistem
Administrasi Negara Indonesia .................................. 3
2.2 Hubungan SANRI
dengan Pelayanan Publik di Indonesia ..................... 3
2.3 Pelaksanaan SANRI
dalam Pelayanan Publik (Permasalahan)................. 6
2.4 Sosusi Dalam Mengatasi Masalah
Pelaksanaan Pelayanan Publik dalam Sistem
Administrasi Negara Indonesia ................................................................................................ 12
BAB
III PENUTUP ................................................................................................ 28
3.1
Kesimpulan .............................................................................................. 28
3.2
Saran ........................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 30
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyelenggaraan pelayanan public
merupakan upaya Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap
warga Negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan public. Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada Negara
untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara demi kesejahteraannya,
sehingga efektivitas suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik
buruknya penyelenggaraan pelayanan public. Pembukaan Undang-undang Dasar 1945
pun secara tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan didirikan Negara Republik
Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan public dan mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Kondisi obyektif menunjukkan bahwa
penyelenggaraan pelayanan public masih dihadapkan pada sistem pemerintahan yang
belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia aparatur yang
belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari
masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa, seperti prosedur
yang berbelit-belit, tidak ada kepastian jangka waktu penyelesaian, biaya yang
terus dikeluarkan, persyaratan yang tidak transparan, sikap petugas yang kurang
rsponsif, dan lain-lain. Sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap
citra pemerintah. Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya
perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan public secara berkesinambungan
demi mewujudkan pelayanan public yang prima.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa
yang dimaksud dengan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia?
2. Bagaimana
Hubungan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia dengan Pelaksanaan
pelayanan Publik di Indonesia?
3. Bagaimana
Pelaksanaan Sistem Administrasi Negara Indonesia dalam Pelayanan Publik di
Indonesia (Permasalahan)?
4. Apa
saja solusi dalam mengatasi masalah-masalah pelaksanaan Sistem Administrasi
Negara Republik Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut
dapat disimpulkan tujuan penulisannya adalah sebagai berikut:
1.
Untuk Mengetahui yang dimaksud dengan
Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia?
2.
Untuk Mengetahui Hubungan Sistem
Administrasi Negara Republik Indonesia dengan Pelaksanaan pelayanan Publik di
Indonesia?
3.
Untuk Mengetahui Pelaksanaan Sistem
Administrasi Negara Indonesia dalam Pelayanan Publik di Indonesia
(Permasalahan)?
4.
Untuk Mengetahui solusi dalam mengatasi
masalah-masalah pelaksanaan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem Administrasi Negara
Republik Indonesia
Sistem Administrasi Negara adalah
keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintah Negara Indonesia dengan
memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan aparatur Negara serta segenap
dana dan daya demi tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas Negara
Republik Indonesia seperti yang telah ditetapkan dalam UUD 1945.
SANRI secara luas memiliki arti sistem
penyelenggaraan Negara Indonesia menurut UUD 1945, yang merupakan sistem
penyelenggaraan kehidupan Negara dan bangsa dalam segala aspeknya, sedangkan
dalam arti sempit SANRI adalah idiil pancasila, konstitusional UUD 1945,
operasional RPMJ nasional serta kebijakan-kebijakan lainnya.
2.2 Hubungan Sistem
Administrasi Negara Republik Indonesia dengan
Pelayanan Publik
Sistem Administrasi Negara Republik
Indonesia adalah keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintah Negara
Indonesia dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan aparatur
Negara serta segenap dana dan daya demi tercapainya tujuan nasional dan
terlaksananya tugas Negara Republik Indonesia seperti yang telah ditetapkan
dalam UUD 1945. Maka dalam Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia,
pelayanan public merupakan salah satu.
Pelayanan public menurut Sinambela
(2005:5) adalah sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap
sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu
kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak
terlihat pada suatu produk secara fisik.
The social administrator is confronted
by innumerable blocks, by countless limits, and by negative attitudes. The
ability to perform well and wisely, to steer the social agency constructively
for humane purposes, is best acquired by professional social work education and
experience, combined with powerful identification with social work values and
ethics. The ability to pull it all together is to be sought in the professional
social worker rather than in the professional administrator.
Definitions and
Functions
A basic definition of administration is,
“the universal process of efficiently getting activities completed with and
through other people.” The process of administration includes such activities
as leading, planning, organizing, staffing, financing, coordinating, and
evaluating. In any week’s schedule an executive director may engage in some or
all of these activities :
1.
Meeting with administrative staff to
review organizational goals, quality of services, activities of staff, and/or
policies relating to services.
2.
Reviewing financial reports and checking
out with financial officer the state of the budget.
3.
Meeting with board president and
executive committee (private agency with this structure) to inform them re
progress of agency toward goals, need to establish long-range planning
committee to reassess agency goals and services and community needs.
4.
Meet with agency personnel committee
(consisting of agency board members and representatives of staff) to discuss
need for changes in the compesantion plan.
5.
Meet with community council (consists of
agency representatives, representatives of business, civic, labor, and
religious organizations) for sharing of information about the community, its
problems and services.
6.
Meet with agency public relations staff
person and representatives of a television station to explore public
information program on needs for foster family homes.
7.
Meet with national association of social
workers program committee to plan a spring conference which would provide good
staff development opportunities, as well as to stimulate improved social
services in the region.
8.
Meet with supervisory staff within the
agency to consider problems of internal communitication, also how to better
coordinate services with other human service agencies in the community.[1]
Definisi
pelayanan public menurut Kepmen PAN nomor 25 tahun 2004 adalah segala kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan public sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan penerima layanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Hubungan antara pelayanan public dan Sistem
Administrasi Negara Republik Indonesia sangat berhubungan, dimana
penyelenggaraan kekuasaan pemerintah Negara Indonesia dengan memanfaatkan dan
mendayagunakan segala kemampuan aparatur Negara serta segenap dana dan daya
demi tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas Negara Republik Indonesia.
Dan pelayanan public merupakan salah satu sistem administrasi Negara Indonesia
, dan merupakan hal sangat berkaitan dan dimana administrasi disini mempunyai
arti melayani , dan sistem administrasi Negara berarti pelayanan mengenai
terselenggaranya suatu kenegaraan, maka dalam hal ini banyak sekali
masalah-masalah mengenai sistem administrasi Negara , terutama dalam hal
pelayanan publik.
2.3 Pelaksanaan Pelayanan Publik dalam Sistem
Administrasi Negara Indonesia
Penyelenggaraan pelayanan public merupakan
upaya Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga
Negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan public. Kondisi obyektif menunjukkan bahwa
penyelenggaraan pelayanan public masih dihadapkan pada sistem pemerintahan yang
belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia aparatur yang
belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari
masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa, seperti prosedur
yang berbelit-belit, tidak ada kepastian jangka waktu penyelesaian, biaya yang
terus dikeluarkan, persyaratan yang tidak transparan, sikap petugas yang kurang
responsif, dan lain-lain. Sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap
citra pemerintah. Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya
perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan public secara berkesinambungan
demi mewujudkan pelayanan public yang prima.
Dalam pelayanan public tentunya kita
belajar mempelajari sistem administrasi public yang dimana, sebagai sistem,
administrasi public terbentuk karena jalinan hubungan saling mempengaruhi
antara administrasi public disatu pihak serta factor-faktor internal dan
eksternal dilain pihak. Sistem administrasi public dibentuk dengan maksud untuk
menanggulangi masalah-masalah administrasi public terutama dalam pelayanan
public. Masalah yang dihadapi administrasi public adalah masalah-masalah yang
dihadapi atau timbul terkait dengan usaha-usaha untuk merealisasikan kebutuhan
masyarakat dan tujuan Negara.[2]
Untuk memahami beberapa masalah yang
sering menjadi keluhan public terkait pelayanan birokrasi pemerintahan oleh
aparat, diantaranya:
1.
Memperlambat proses penyelesaian
pemberian izin
2.
Mencari berbagai dalih, seperti
kekuranglengkapan dokumen pendukung, keterlambatan pengajuan permohonan, dan
dalih lain yang sejenis
3.
Alasan kesibukan melaksanakan tugas lain
4.
Senantiasa memperlambat dengan
menggunakan kata-kata “sedang diproses.”
Pembenahan sistem pelayanan aparatur sekarang
ini harus menjadi prioritas, bagaimana pelayanan aparatur akan menentukan
mati-hidupnya aktivitas public, karena mereka harus melalui perizinan dan
peraturan-peraturan pemerintahan. Utamanya terkait kegiatan investasi.
Identifikasi ini adalah sedikit dari
banyak masalah dalam birokrasi pemerintahan dewasa ini. Sebab selain masalah
tersebut, juga persoalan birokrasi sangat terkait dengan persoalan kelembagaan
karena juga turut menyumbang pada terciptanya kompleksitas dan kerumitan dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat.[3]
a)
Masalah
dan Faktor Penyebab Buruknya Pelayanan Publik
Secara
umum, kualitas pelayanan public di Indonesia belum memberikan kepuasan bagi
masyarakat sebagai pengguna layanan. Andrinof Chaniago (2006) mengamati
berbagai persoalan seputar pelayanan public di Indonesia. Hasil pengamatannya
memperlihatkan berbagai persoalan tersebut diantaranya:
1.
Hanya sebagian kecil dari keseluruhan
instansi yang wajib menyediakan pelayanan yang memiliki prosedur yang jelas.
2.
Banyak instansi penanggungjawab dan
pemberi pelayanan yang tidak memiliki prosedur yang jelas dalam menyediakan
pelayanan.
3.
Tidak banyaknya perubahan dalam waktu
sekian tahun juga mengindikasikan tidak ada sistem monitoring, evaluasi, dan
perencanaan yang baik yang dilakukan oleh instansi-instansi penanggungjawab dan
penyedia pelayanan public.
Apabila
dicermati antara tugas Negara yang tercantum dalam berbagai peraturan
perundang-undangan jelas tergambar bahwa Negara ini lahir untuk memberikan
pelayanan kepada rakyatnya. Persoalan pelayanan public di Indonesia secara
singkat dapat dikelompokkan kedalam 3 hal, yaitu :[4]
1.
Paradigma pelayanan public dan
mentalitas aparat
Aturan dan regulasi
yang ada sebenarnya sudah meneguhkan tanggungjawab Negara dalam memberi
pelayanan, namun ironisnya banyak ditemukan kasus yang menggambarkan buruknya
pelayanan public di Indonesia. Selain itu, belum berubahnya sikap dan paradigma
dari aparat pemerintah dalam pemberian pelayanan yang masih rules-driven atau
berdasar perintah dan petunjuk atasan, namun bukan kepuasan masyarakat. Setiap
aparat harusnya memahami esensi dari pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat.
2.
Kualitas pelayanan tidak memadai dan
masih diskriminatif
Jaminan
terhadap pemenuhan hak-hak dasar masyarakat yang tanpa diskriminasi belum
diberikan dengan kualitas yang memadai. Selain itu, pelayanan public yang
disediakan umumnya terbatas, misalnya jumlah, kualitas tenaga, fasilitas dan
sarana tidak memadai dan tidak merata. Umumnya ini disebabkan oleh keterbatasan
SDM serta alokasi anggaran yang kurang memadai dalam APBD. Disejumlah daerah,
APBD lebih banyak dihabiskan untuk kegiatan rutin dibandingkan kegiatan
pembangunan.
3.
Belum ada regulasi yang memadai
Regulasi yang ada belum
mampu meyakinkan bahwa kewajiban Negara semestinya diiringi dengan kemampuan
member pelayanan yang terbaik kepada warganya. Selain itu, partisipasi
masyarakat dalam proses pemberian layanan belum optimal, meski terdapat
perangkat yang dapat mendukung upaya itu.
Pengaturan tentang
pentingnya pelayanan public mempunyai beberapa elemen penting yang harus
terpenuhi dan wajib diciptakan atau disediakan oleh setiap factor dalam
pelayanan public yang menunjukan perlunya pelayanan public yang menunjukan
perlunya pelayanan public adil dan berkualitas, yaitu :[5]
a. Relasi
tanggung jawab dan paradigma pelayanan publik bagi penerima layanan.
Pelayanan
public yang adil dan berkualitas merupakan dambaan masyarakat dimana harus
memenuhi standar minimum sesuai yang dirumuskan penyelenggara dan tidak bertentangan
dengan kontrak layanan yang merupakan hukum bagi pemberi dan penerima layanan.
Selain itu, pelayanan public juga harus adil, tidak hanya melayani orang yang
“mampu membayar” saja tetapi juga orang lain yang tidak mampu membayar dan
“kurang beruntung”. Karena pada prinsipnya, pelayanan public terutama pelayanan
hak-hak dasar merupakan hak public di satu sisi dan kewajiban Negara di sisi
lain.
b. Kualitas
Layanan bagi Pemberi layanan
Memberikan
pelayanan public yang adil dan berkualitas juga menjadi dambaan para pemberi
layanan Karena akan menaikkan citra dan kapabilitasnya sebagai pemberi layanan.
Buat mereka, aspek penting penilaina kinerja adalah kepuasan pelanggan atau
warga penerima layanan. Kepuasan merupakan bentuk keberhasilan dari pemberian
layanan.
c. Buah
Pelayanan Publik yang baik bagi Masyarakat
Karena
prinsip dari pelayanan hak-hak dasar adalah hak masyarakat dan kewajiban
Negara, maka semua orang tanpa kecuali akan mendapatkan layanan tersebut. Ini
tentu saja akan mengurangi kesenjangan social dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat. Pelayanan yang adil member kesempatan setiap orang atau warga
Negara untuk menikmati jenis pelayanan yang terbaik untuk perbaikan kehidupannya.
Bila masyarakat telah mampu mendapatkan apa yang menjadi kebutuhannya, maka
secara tidak langsung akan member kesempatan dalam peningkatan taraf hidupnya
dimasa depan.[6]
d. Fator
penyebab Pelayanan public yang buruk
Pelayanan
public yang tidak parsitisipatif dan akuntabel, tentu mengakibatkan buruknya
pelayanan public. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil survei yang dilakukan
oleh Yappika (2005). Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Yappika
tentang keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan pelayanan,
mayoritas masyarakat menyatakan tidak dilibatkan. Bahkan di Makasar dan
Bulukumba hampir 90% responden menyatakan tidak terlibat dalam proses
penyusunan perbaikan pelayanan public. Kondisi fisik yang sering dikeluhkan oleh
masyarakat adalah dinding yang rusak, atap yang bocor, keberhasilan tidak
terjaga, fasilitas tidak terpenuhi. Sedangkan untuk besaran biaya pelayanan
pelayanan kesehatan dan kependudukan standar biaya pelayanan seringkali tidak
tercantum secara resmi dan berbeda-beda dari satu warga ke warga lain.[7]
b)
Buramnya
pelayanan publik selama ini dipengaruhi oleh berbagai macam factor :
1.
Kebijakan atau keputusan politik yang
diambil oleh pemerintah.
Kebijakan
yang diambil seringkali tidak memihak kepada kepentingan masyarakat,dan
cenderung merugikan rakyat, para pengambil kebijakan lebih memikirkan
kepentingan orang-orang terdekat serta golongan mereka. Seringkali kebijakan
yang diambil tidak memberikan jaminan maupun perlindungan kepada rakyat. Tidak
adanya undang-undang yang memberikan jaminan kepada rakyat yang dirugikan oleh
Negara serta jaminan perlindungan rakyat melakukan pengaduan. Peraturan yang
ada hanya mengatur kewajiban rakyat saja tanpa mencantumkan kewajiban Negara
serta sanksinya bagi mereka yang lalai melaksanakan tugasnya. Pada saat pemberi
pelayanan lalai atau gagal pada saat menjalankan tugas rakyat tidak berdaya
untuk melakukan protes.
2.
Manajemen dari pelaksanaan pelayanan
public.
Selama
ini pelaksanaan pelayanan public lebih bersifat state oriented tidak public
oriented. Dimana kepentingan Negara lebih menjadi prioritas, segala yang menyangkut Negara akan mendapatkan porsi yang
lebih dibandingkan dengan kepentingan masyarakat.
Manajemen
pelayanan seringkali dirasakan lambat dan sangat birokratis. Hal tersebut
dikarenakan aparatur pelaksana tidak bisa mengambil keputusan sendiri tanpa
adanya persetujuan dari atasan mereka. Dalam birokrasi sendiri tingkat
persaingan perbaikan pelayanan (kinerja) hampir tidak ada, hal tersebut
disebabkan kenaikan pangkat tidak disesuaikan dengan prestasi kinerja
birokrasi, kenaikan pangkat menjadi pilihan. Manajemen yang kurang baik bisa
dilihat dari seringnya masyarakat kebingungan dalam mengurus pelayanan,
seringkali mereka di pimpong (dipermainkan) kesana-kemari tanpa mereka ketahui
prosedur yang berlaku. Hal tersebut dikarenakan pemerintah yang tidak melakukan
sosialisasi prosedur pelayanan secara signifikan kepada pengguna layanan.
Sehingga seringkali masyarakatyang akan mengurus sesuatu (pelayanan perijinan,
kependudukan, kesehatan) harus bolak-balik ke kantor pelayanan, hal tersebut
snagat tidak efisien. Padahal seharusnya model manajemen pelayanan public harus
bertumpu pada pengguna jasa layanan, baik dari sisi perangkat organisasi,
perangkat sistem layanan maupun kualitas SDM.
3.
Latar belakang kultur layanan
Kultur
pelayanan yang berkembang masih feudal, pemberi layanan masih menggunakan
kultur peninggalan nenek moyang yang sebenarnya sudah tidak relevan lagi
apabila diterapkan saat ini. Pada masa kerajaan rakyatlah yang mengabdi kepada
kerajaan dengan memberikan upeti, melayani dan melakukan apa saja yang menjadi
kehendak raja serta para pejabatnya. Pada jaman kerajaan birokrasi dibentuk
untuk mempertahankan kekuasaan (meneruskan jaman kerajaan bahkan menguatkan). [8]
2.4 Penyelesaian
Masalah Pelaksanaan Pelayanan Publik dalam Sistem Administrasi Negara Indonesia
Konsep pelayanan public yang
diperkenalkan oleh David Obsorne dan Ted Gaebler dalam bukunya “Reiventing
Geovernment” (1995). Intinya adalah pentingnya peningkatan pelayanan public
oleh birokrasi pemerintah dengan cara memberi wewenang kepada pihak swasta
lebih banyak berpastisipasi sebagai pengelola pelayanan public.
Dalam rangka perbaikan penerapan dan
perbaikan sistem dalam kaitannya dengan pelaksanaan pelayanan public, obsorne
menyimpulkan 10 prinsip yang disebut sebagai keputusan gaya baru. Salah satu
prinsip penting dalam keputusannya adalah sudah saatnya pemerintah berorientasi
pasar untuk itu diperlukan pendobrakan aturan agar lebih efektif dan efisien
melalui pengendalian pasar itu sendiri.
Kesepuluh
prinsip yang dimaksud Obsorne (1997), adalah sebagai berikut :
a)
Pemerintah kapitalis, mengarahkan
ketimbang mengayuh
b)
Pemerintahan milik masyarakat,
memberi wewenang ketimbang melayani
c)
Pemerintah yang kompetitif ,
menyuntikkan persaingan kedalam pemberian pelayanan
d)
Pemerintahan yang digalakkan oleh misi,
mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan
e)
Pemerintah yang berorientasi pada hasil,
membiayai hasil, bukan masukan
f)
Pemerintahan berorientasi pelanggan,
memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi
g)
Pemerintahan wirausaha, menghasilkan
ketimbang mebelanjakan
h)
Pemerintah antisidatif, mencegah
daripada mengobati
i)
Pemerintahan desentralisasi
j)
Pemerintahan birokrasi pasar,
mendongkrak perubahan melalui pasar.[9]
Untuk
mengatasi permasalahan pelayanan public dalam Sistem Administrasi Negara
Indonesia yang telah dijelaskan diatas, ada beberapa permasalahan yang harus
diperbaiki agar pelaksanaan pelayanan public berjalan dengan baik diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan Kelembagaan Birokrasi
Pemerintah
Penyelenggaraan
pelayanan public merupakan upaya Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan
hak-hak sipil setiap warga Negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan public. Undang-undang Dasar 1945
mengamanatkan kepada Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara
demi kesejahteraannya, sehingga efektivitas suatu sistem pemerintahan sangat
ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan public. Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 pun secara tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan
didirikan Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan public
dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kondisi
obyektif menunjukkan bahwa penyelenggaraan pelayanan public masih dihadapkan
pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber
daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya
keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media
massa, seperti diantaranya : Prosedur yang berbelit-belit, Tidak ada kepastian
jangka waktu penyelesaian , Biaya yang terus dikeluarkan , Persyaratan yang
tidak transparan, Sikap petugas yang kurang rsponsif, dan lain-lain. Sehingga
menimbulkan citra yang kurang baik terhadap citra pemerintah.
Untuk
mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas
penyelenggaraan pelayanan public secara berkesinambungan demi mewujudkan
pelayanan public yang prima. Upaya perbaikan kualitas pelayanan public
dilakukan melalui pembenahan sistem pelayanan public secara menyeluruh dan
terintegrasi yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dalam bentuk
undang-undang.
Dalam
penyelenggaraan pelayanan public dilakukan berdasarkan pada asas-asas umum
kepemerintahan yang baik, meliputi kepastian hukum, transparan, daya tanggap,
berkeadilan, efektif dan efisien, tanggung jawab, akuntabilitas, tidak
menyalahgunakan kewenangan.
Untuk
menyelenggarakan asas-asas umum kepemerintahan yang baik serta prinsip-prinsip
pelayanan public diperlukan upaya pengembangan kelembagaan birokrasi
pemerintah, SDM aparatur maupun kualitas proses penyelenggaraan pelayanan
public.
Pembaharuan
kelembagaan birokrasi pemerintah termasuk salah satu agenda reformasi
birokrasi. Sebagaimana dinyatakan oleh prof. Dr. M. Ryaas Rasyid bahwa
reformasi bermakna suatu langkah perubahan tanpa merusak atau perubahan seraya
memelihara yang diprakarsai oleh mereka yang memimpin suatu sistem, karena
sadar bahwa tanpa reformasi, sistem itu bisa ambruk (M. Ryaas Rasyid, 1998:10).[10]
2.
Identitas
Aparatur Pemerintah
Untuk
meningkatkan kualitas pelayanan public strategi yang selanjutnya adalah
pembaharuan sikap dan karakter aparatur birokrasi pemerintah, yaitu
melaksanakan pelayanan umum yang memuaskan pelanggan tanpa ada pembedaan
(equality). Perlakuan yang tidak membedakan pelanggan tidak cukup, diperlukan
adanya keadilan (equity) serta kejujuran atau keterbukaan (fairness) dalam
pelayanan. Pelayanan yang memuaskan dipengaruhi oleh kompetensi aparatur
birokrasi pemerintah. Untuk itu perlu adanya perubahan internal dilingkungan
birokrasi pemerintah.
Setidaknya
perubahan tingkah laku para pelaku birokrasi secara menyeluruh mulai dari yang
tertinggi hingga yang paling rendah dalam struktur birokrasi menuju birokrasi
pemerintah yang dicita-citakan sebagai langkah reformasi birokrasi pemerintah.
Produk
layanan yang dibutuhkan oleh public tentu didasarkan pada public interst maupun
public affairs dengan kualitas yang memuaskan atau tidak seadanya. Aparatur
pemerintah sebagai abdi masyarakat berarti memiliki kewajiban memberikan
pelayanan umum pada public yang pada dasarnya sangat kompleks dan
multidimensional disamping sebagai abdi Negara.
Dalam
pelaksanaan kewajiban memberikan pelayanan public ini, aparatur pemerintah
dituntut adanya kepekaan terhadap kepentingan public dan bertanggung jawab
dalam pelaksanaan tugas serta produk layanannya sesuai dengan tuntutan punblic.
Responsibilitas
dalam pelayanan public dimaksudkan pada aparatur pemerintah senantiasa dalam
pelaksanaan tugasnya bersumber pada adanya pengendalian dari luar, yaitu
senantiasa melandaskan diri pada pertimbangan-pertimbangan ekonomis, efisiensi,
dan efektivitas sebagai perwujudan responsibilitas obyektif. Disamping itu
produk pelayanannya dapat memenuhi nilai-nilai etis dan kemanusiaan sebagai
pengendalian subyektif yang bersumber dari subyektif individu aparatur , yaitu
perlakuan yang adil terhadap pelanggan , perlakuan yang sama atas setiap
pelanggan , dan jujur atau keterbukaan dalam pelayanan public sebagai
perwujudan responsibilitas subyektif.
Dalam
hubungan ini diperlukan perubahan sikap dan karakter aparatur birokrasi
pemerintah secara mendasar sebagaimana telah menjadi agenda reformasi yang
menuntut segera terselenggaranya kepemerintahan yang baik (Good Governance) dan
pemerintah yang bersih ( Clean Governement). Penyelenggaraan kepemerintahan
yang baik dan pemerintahan yang bersih diperlukan pelaku birokrasi pemerintah
yang professional, melaksanakan tugas dilandaskan pada landasan normative dan
kepatuhan sebagai etika yang mengendalikan setiap langkah pelaksanaan tugas,
wewenang maupun kekuasaan yang dipercayakan kepadanya. Terlebih lagi menghadapi
fenomena globalisasi menuntut perubahan mendasar aparatur pemerintah dalam
berbagai hal utama sikap dan prilaku dalam pelaksanaan tugas pekerjaan
mewujudkan visi dan misi pemerintah.
Berkaitan
dengan tuntutan terwujudnya aparatur terwujudnya pemerintah daerah yang
memiliki kemampuan (kompetensi) dalam pelaksanaan tugas pekerjaan dan
professional diperlukan pola pendidikan dan pelatihan pegawai yang mampu
mendorong terciptanya kualitas pengetahuan, sikap mental dan moral serta
prilaku aparatur pemerintah daerah dalam pelaksanaan misi pemerintah daerah.
Sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil dinyatakan dalam
konsiderannya :
“ Bahwa
untuk menciptakan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi
tersebut diperlukan peningkatan mutu profesionalisme, sikap pengabdian dan
kesetiaan pada perjuangan bangsa dan Negara, semangat kesatuan dan persatuan
dan pengembangan wawasan Pegawai Negeri Sipil melalui pendidikan dan pelatihan
jabatan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari usaha pembinaan Pegawai
Negeri Sipil secara menyeluruh. “[11]
3.
Pengembangan
Kualitas Proses Pelayanan
Strategi
ketiga untuk meningkatkan kualitas pelayanan public yang memuaskan adalah
diperlukannya desain proses atau mekanisme pelaksanaannya secara tepat agar
dapat dihasilkan kualitas yang memuaskan.
Sebelumnya
telah dikemukakan strategi kualitas pelayanan public yang memuaskan adalah
dengan melakukan pengembangan kelembagaan organisasi pemerintah, melalui
perubahan sikap dan karakter para pelaku birokrasi sebagai identitas baru
aparatur pemerintah, dan mendesain proses pelaksanaan kewajiban pemerintah
yaitu dengan strategi pelaksanaan pelayanan, sebagai berikut :
a. Sederhanakan
birokrasi (Cutting Red Tape)
Menilik peran birokrasi
pemerintah dalam melaksanakan pelayanan umum dituntut dapat memuaskan
masyarakat sebagai pelanggannya.
Kriteria pelayanan yang memuaskan atau
yang disebut dengan pelayanan prima, banyak ragamnya menurut pakar. Namun
esendi pelayanan prima pada dasarnya mencakup 4 prinsip, yaitu CETAK (Cepat,
Tepat, Akurat, Berkualitas) :
a) Pelayanan
harus cepat
Dalam hal ini pelanggan tidak membutuhkan waktu
tunggu yang lama.
b) Pelayanan
harus tepat
Ketepatan dalam berbagai aspek yaitu : aspek waktu,
biaya, biaya prosedur, sasaran, kualitas maupun kuantitas serta kompetensi
petugas.
c) Pelayanan
harus akurat
Produk pelayanan tidak boleh salah, harus ada
kepastian, kekuatan hukum, tidak meragukan keabsahannya.
d) Pelayanan
harus berkualitas
Produk pelayanannya tidak seadanya, sesuai dengan
keinginan pelanggan, memuaskan, berpihak, dan untuk kepentingan pelanggan.
Dalam pelaksanaan pelayanan, jangan membuat urusan,
mekanisme atau prosedur yang berbelit-belit, berikan kemudahan, prosedur yang
jelas, dapat dipahami oleh pelanggan sehingga pelanggan tidak merasakan
kesulitan berhubungan dengan pelaku birokrasi yang memberikan pelayanan. Ada
kemungkina pelanggan merasakan urusan menjadi berbelit-belit karena semata-mata
tidak memahami prosedur, mekanisme yang tidak jelas atau sebaliknya pelaku
birokrasi yang membuat urusan menjadi berbelit-belit tidak sesuai dengan yang
seharusnya dengan motif tertentu atau kepentingan pribadi.
Karena itu birokrasi
harus senantiasa berorientasi pada tata kerja yang tidak berbelit-belit
atau tidak dinilai berbelit-belit oleh pelanggan. Mekanisme, tata kerja atau
prosedur pelayanan harus berorientasi pada kepentingan masyarakat, bukan
kepentingan birokrasi. Birokrasi yang berbelit-belit dapat diatasi dengan
penerapan prinsip kerjasama dengan mewujudkan tim kerja yang professional,
misalnya pelayanan melalui satu pintu (one door service) atau sistem
administrasi satu atap (samsat) atau dengan debirokratisasi yaitu upaya
menyederhanakan prosedur atau mekanisme.
b. Mengutamakan
kepentingan masyarakat (Putiing Customers First)
Dalam pelaksanaan
pelayanan umum, birokrasi pemerintah harus senantiasa berorientasi pada
kepentingan pelanggannya yaitu masyarakat. Untuk ini birokrasi pemerintah harus
banyak mendengar (Listen to customers), apa kebutuhan, keinginan masyarakat
sebagai pelanggan dan ada pula yang tidak disukai masyarakat. Hal ini dapat
didukung dengan komunikasi yang sehat, kebebasan pers yang bertanggung jawab
kepada kepentingan umum.
Namun demikian perlu
disadari pula bahwa pemenuhan kebutuhan masyarakat tidak dapat dilakukan
sendiri oleh pemerintah, perlu adanya peran serta masyarakat sebagai wujud
pastisipasi social. Partisipasi masyarakat harus dibangun, karena itu birokrasi
pemerintah harus pula menjadi motivator atau pendorong tumbuhnya partisipasi
tersebut. Dalam hubungan ini perlu pemberdayaan masyarakat dalam arti
“energizing” sehingga dapat menumbuh kembangkan kemampuan sebagai masyarakat
madani, berikan kemudahan, kesempatan maupun kemampuan kepada masyarakat secara
obyektif untuk melayani sendiri kebutuhannya.
Perencanaan pembangunan
sejauh mungkin menerapkan prinsip bottom up planning, tidak sentralistik begitu
pula pelaksanaannya sejauh mungkin memanfaatkan potensi masyarakat.
c. Pemanfaatan
dan pemberdayaan Bawahan (Empowering and Energazing Employes to Get Results)
Pelaku birokrasi pemerintah dalam pelaksanaan tugas
dan fungsinya harus produktif, tidak lamban. Untuk itu setiap pimpinan pada
level apapun dalam birokrasi pemerintah harus memnanfaatkan potensi
personil/bawahan seoptimal mungkin, pembagian tugas yang jelas dan merata
dengan meningkatkan kompetensi petugas melalui berbagai upaya yang tersu
menerus untuk memberdayakan bawahan dengan orientasi profesionalisme. Dan
diharapkan tidak seorang aparatur pemerintah yang melaksanakan tugas diluar
tugas pokok dan fungsinya.
d. Kembali
kefungsi dasar pemerintah (Getting Back to Basic)
Fungsi dasar pemerintah
yang terpenting adalah mengayomi dan melayani masyarakat termasuk menjamin
tercapainya kesejahteraan umum masyarakat yang berarti kesejahteraan di segala
bidang kehidupan masyarakat. Pemerintah bukan tukang memerintah, bukan penindas
atau pemeras, pelaku birokrasi pada dasarnya yang melayani masyarakat bukan
sebaliknya minta dilayani.
Peran birokrasi
pemerintah sebagai pelayan masyarakat sekaligus pendorong bertumbuh kembangnya
partisipasi masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, mengingat tidak mungkin
dapat dipenuhi sendiri oleh birokrasi pemerintah.
Birokrasi pemerintah
dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya tidak semata-mata bergerak karena
peraturan, tetapi didorong oleh adanya misi. Dengan terlaksananya fungsi
pemerintah sesuai dengan visi dan misi, maka diharapkan berkembangnya
kepemerintahan yang baik, pemerintah yang bersih dan tentu akan dapat
melestarikan kepercayaan rakyatnya.
Pengembangan proses
dengan strategib tersebut diatas dan perlunya perubahan sikap prilaku dan
karakter para pelaku birokrasi pemerintah dapat dipastikan banyak kesulitan
atau membutuhkan waktu panjang. Hal ini disebabkan berbagai ketidakbenaran,
penyimpangan, penyalahgunaan wewenang, penyelewengan sudah menambah kedalam
sudut-sudut terkecil dalam tatanan birokrasi maupun kedalam sendi-sendi
kehidupan masyarakat. Ini membutuhkan kesabaran, tetapi bukan berarti tidak
dapat diwujudkan. Salah satu caranya adalah antara lain setiap aparatur
pemerintah dalam unit organisasinya senantiasa mensosialisasikan prinsip-prinsip
dan strategi tersebut diatas, tentunya dengan pemahaman dan pelaksanaan nyata,
terutama oleh para pemimpin pada tingkatan apapun dalam birokrasi pemerintah
kepada bawahan dilingkungannya masing-masing. Dengan menawarkan suatu idealism,
maka idealism itu akan menjadi kendali bagi dirinya sendiri yang mewartakan,
sehingga apabila seluruh pelaku birokrasi telah bersikap yang sama, persepsi
yang sama, dan komitmen yang sama untuk merubah dirinya menuju terlaksananya
idealism tersebut, maka reformasi birokrasi pemerintah dapat terwujud. Namun
masih juga dibutuhkan komitmen masyarakat disamping elemen-elemen lain yang ada
dalam sistem kenegaraan.[12]
Untuk
upaya peningkatan kualitas pelayanan
dilakukan dengan mengikuti Siklus
Deming yang dinamakan Siklus PDCA dari Dr. W. Edwards Deming (bapak TQM) yaitu
meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
a. Tahap
perencanaan (Plan)
Dalam tahap ini dilakukan hal-hal pokok sebagai
berikut :
-
Identifikasi peluang dilakukannya
perbaikan
-
Dokumentasi proses saat ini
-
Menciptakan visi proses yang perlu
diperbaiki
-
Menentukan jangkauan usaha perbaikan.
b. Tahap
Pelaksanaan Bertahap (Do)
Setelah perencanaan perbaikan telah disusun, langkah
selanjutnya pelaksanaan rencana
perbaikan tersebut secara bertahap dan berkesinambungan. Pelaksanaan
bertahap tersebut hendaknya dirancang sebelum diproduksi/diimplementasikan
secara penuh.
c. Tahap
pemeriksaan (Check)
Hasil implementasi rencana diperiksa dan dicatat
yang kemudian dijadikan dasar bagi langkah penyesuaian dan perbaikan.
d. Pelaksanaan
(Action)
Tahap ini merupakan pelaksanaan rencana secara penuh
setelah dilakukan penyesuaian berdasarkan komponen Check (pemeriksaan). Langkah
selanjutnya adalah mengulang siklus untuk rencana perbaikan selanjutnya secara
berkesinambungan.[13]
Dalam
penyelenggaraan pelayanan public diperlukan adanya pelaksanaan tugas dan
kegiatan yang bersifat terbuka bagi masyarakat mulai dari proses kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan/ pengendaliannya, serta mudah diakses
oleh semua pihak yang membutuhkan informasi.
Transfaransi
dalam penyelenggaraan pelayanan public sebagaimana telah dimaksudkan dalam
keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/26/M.PAN/2/2004
tanggal 24 Februari 2004 tentang Petunjuk teknis Transfaransi dan Akuntabilitas
dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik Utama meliputi :
1.
Manajemen dan penyelenggaraan Pelayanan
public
Transfaransi terhadap
manjemen dan penyelenggaraan pelayanan public meliputi kebijakan, perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan/pengendalian oleh masyarakat. Kegiatan tersebut
harus dapat diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat.
2.
Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan adalah rangkaian
proses atau tata kerja yang berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukan
adanya tahapan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang harus ditempuh dalam
rangka penyelesaian suatu pelayanan.
Prosedur pelayanan public harus
sederhana, tidak berbelit-belit, mudah diahami, dan mudah dilaksanakan, serta
diwujudkan dalam bentuk Bagan Alir (Flow Chart) yang dipampang dalam ruangan
pelayanan. Bagan Alir sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan public
karena berfungsi sebagai :
a. Petunjuk
kerja bagi pelayanan
b. Informasi
bagi penerima layanan
c. Media
publikasi secara terbuka pada semua unit kerja pelayanan mengenai prosedur
pelayanan kepada penerima layanan
d. Pendorong
terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien.
e. Pengendali
dan acuan bagi masyarakat dan aparat pengawasan untuk melakukan
penilaian/pemeriksaan terhadap konsistensi pelaksanaan kerja
3.
Persayaratan teknis dan Adminitratif
Pelayanan
Untuk memperoleh pelayanan,
masyarakat harus memenhui persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi
pelayanan, baik berupa persayaratan teknis dan atau persyaratan administrastif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam menentukan persyaratan, baik
teknis maupun administrative harus seminimal mungkin dan dikaji terlebih dahulu
agar benar-benar sesuai/relevan dengan jenis pelayanan yang akan diberikan.
Harus dihilangkan segala persyaratan yang bersifat duplikasi dari instansi yang
terkaitdengan proses pelayanan. Persyaratan tersebut harus diinformasikan
secara jelas dan diletakkan didekat loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak
dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 meter atau disesuaikan dengan
kondisi ruangan.
4.
Rincian Biaya Pelayanan
Biaya pelayanan adalah segala biaya
dan rinciannya dengan nama atau sebutan apapun sebagai imbalan atas pemberian
pelayanan umum yang besaran dan tata cara
pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Kepastian dan rincian biaya
pelayanan public harus di informasikan secara jelas diletakkan didekat loket
pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang
minimum 3 meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
Transfaransi mengenai biaya
dilakukan dengan mengurangi semaksimal mungkin pertemuan secara personal antara
pemohon/penerima layanan dengan memeberi pelayanan. Unit pemberi pelayanan
seyogyanya tidak menerima pembayaran secara langsung dari penerima pelayanan.
Pembayaran hendaknya diterima oleh unit yang bertugas mengelola keuangan/bank
yang ditunjuk oleh pemerintah/unit pelayanan. Disamping itu, setiap pungutan
yang ditarik dari masyarakat harus disertai dengan tanda bukti resmi sesuai
dengan jumlah yang dibayarkan.
5.
Waktu penyelesaian pelayanan
Waktu penyelesaian pelayanan adalah
jangka waktu penyelesaian suatu pelayanan public mulai dari
dilengkapinya/dipenuhinya persyaratan teknis dan atau persyaratan
administrative sampai dengan selesainya suatu proses pelayanan.
Unit pelayanan instansi pemerintah
dalam memberikan pelayanan harus berdasarkan nomor urut permintaan pelayanan,
yaitu yang pertama kali megajukan pelayanan harus lebih dahulu
dilayani/diselesaikan apabila persyaratan lengkap (melaksanakan azas First in
First Out/FIFO).
Kepastian hukum kurun waktu
penyelesaian pelayanan public harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan
didepan loket palayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam
jarak pandang minimum 3 meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
6.
Pejabat yang berwenang dan
bertanggungjawab
Pejabat yang berwenang dan
bertanggungjawab memberikan pelayanan atau menyelesaikan
keluhan/persoalan/sengketa, diwajibkan memakai tanda pengenal dan papan nama di
meja/tempat kerja petugas.
Pejabat/petugas tersebut harus
ditetapkan secara formal berdasarkan surat keputusan/surat penugasan dari
pejabat yang berwenang. Pejabat dan petugas yang memberikan pelayanan dan
menyelesaikan keluhan harus dapat menciptakan citra positif terhadap penerima
pelayanan dengan memperhatikan:
a. Aspek
psikologi dan komunikasi, serta prilaku melayani
b. Kemampuan
melaksanakan empati terhadap penerima pelayanan, dan dapat merubah keluhan
penerima pelayanan menjadi senyuman.
c. Menyelaraskan
cara penyampaian layanan melalui nada, tekanan dan kecepatan suara, sikap
tubuh, mimic dan pandangan mata.
d. Mengenal
siapa dan apa yang menjadi kebutuhan penerima pelayanan.
e. Berada
ditempat yang ditentukan pada waktu dan jam pelayanan.
7.
Lokasi pelayanan
Tempat dan lokasi pelayanan
diusahakan harus tetap dan tidak berpindah-pindah, mudah dijangkau oleh pemohon
pelayanan, dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai termasuk
penyediaan sarana telekominikasi dan informatika (telematika).
Untuk memudahkan masyarakat dalam
memperoleh pelayanan, dapat membentuk Unit Pelayanan Terpadu atau pos-pos
pelayanan di Kantor kelurahan/Desa/Kecamatan serta di tempat-tempat strategis
lainnya.
8.
Janji Pelayanan
Akta atau janji pelayanan merupakan
komitmen tertulis unit kerja atau pelayanan instansi pemerintah dalam
menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Janji pelayanan tertulis secara jelas,
singkat dan mudah dimengerti, menyangkut hanya hal-hal yang esensial dan
informasi yang akurat, termasuk didalamnya mengenai standar kualitas pelayanan.
Dapat pula dibuat Motto Pelayanan,
dengan penyusunan kata-kata yang dapat memberikan semangat, baik kepada pemberi
maupun penerima pelayanan. Akta/janji, motto pelayanan tersebut harus
diinformasikan dan ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak
pandang minimum 3 meter/ disesuaikan dengan kondisi ruangan.
9.
Standar Pelayanan Publik
Setiap unit pelayanan instansi
pemerintah wajib menyusun standar pelayanan masing-masing sesuai dengan tugas
dan kewenangannya, dan dipublikasikan kepada masyarakat sebagai jaminan adanya
kepastian bagi penerima pelayanan.
Standar pelayanan merupakan ukuran
kualitas kinerja yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan public yang
wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan.
Standar pelayanan yang ditetapkan
hendaknya realistis, karena merupakan jaminan bahwa janji/komitmen yang dibuat
dapat dipenuhi, jelas dan mudah dimengerti oleh para pemberi dan penerima
pelayanan.
10. Informasi
pelayanan
Untuk memenuhi kebutuhan informasi
pelayanan kepada masyarakat, setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib
mepublikasikan mengenai prosedur, persyaratan, biaya, waktu, standar,
akta/janji, motto pelayanan, lokasi serta pejabat/petugas yang berwenang dan
bertanggungjawab sebagaimana telah diuraikan diatas.
Publikasi dan atau sosialisai
tersebut di atas memulai antara lain,
media cetak, media elektronik, media gambar dan atau penyuluhan secara langsung
kepada masyarakat. [14]
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini, dapat
disimpulkan bahwa :
1. Sistem
Administrasi Negara adalah keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintah
Negara Indonesia dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan
aparatur Negara serta segenap dana dan daya demi tercapainya tujuan nasional
dan terlaksananya tugas Negara Republik Indonesia seperti yang telah ditetapkan
dalam UUD 1945.
2. Hubungan
antara pelayanan public dan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia
sangat berhubungan, dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintah Negara
Indonesia dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan aparatur
Negara serta segenap dana dan daya demi tercapainya tujuan nasional dan
terlaksananya tugas Negara Republik Indonesia. Dan pelayanan public merupakan
salah satu sistem administrasi Negara Indonesia , dan merupakan hal sangat
berkaitan dan dimana administrasi disini mempunyai arti melayani , dan sistem
administrasi Negara berarti pelayanan mengenai terselenggaranya suatu
kenegaraan, maka dalam hal ini banyak sekali masalah-masalah mengenai sistem
administrasi Negara , terutama dalam hal pelayanan publik.
3.
Secara umum, kualitas pelayanan
public di Indonesia belum memberikan kepuasan bagi masyarakat sebagai pengguna
layanan. Andrinof Chaniago (2006) mengamati berbagai persoalan seputar
pelayanan public di Indonesia. Hasil pengamatannya memperlihatkan berbagai
persoalan tersebut diantaranya: Hanya sebagian kecil dari keseluruhan instansi
yang wajib menyediakan pelayanan yang memiliki prosedur yang jelas, banyak
instansi penanggungjawab dan pemberi pelayanan yang tidak memiliki prosedur
yang jelas dalam menyediakan pelayanan, tidak banyaknya perubahan dalam waktu
sekian tahun juga mengindikasikan tidak ada sistem monitoring, evaluasi, dan
perencanaan yang baik yang dilakukan oleh instansi-instansi penanggungjawab dan
penyedia pelayanan public.
4.
Untuk mengatasi permasalahan pelayanan
public dalam Sistem Administrasi Negara Indonesia yang telah dijelaskan diatas,
ada beberapa permasalahan yang harus diperbaiki agar pelaksanaan pelayanan
public berjalan dengan baik diantaranya : Pengembangan kelembagaan birokrasi
pemerintah, identitas aparatur pemerintah, dan pengembangan kualitas proses pelayanan
3.2
Saran
Semoga dengan selesai dibuatnya makalah
ini, dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan umumnya bagi pembaca. Dan apabila ada kekurangan dari makalah
ini, kami selaku penulis mengharapkan adanya koreksi terhadap kekurangan
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Johnson,
Wayne H. 1986. The Social Services An Introduction.U.S.A: F.E Feacock Publisher
U.S.A
Pasolong,
Harbani. 2014. Teori Administrasi Publik.
Bandung: Alfabeta.
Puspitosari,
Hesti dkk. 2012. Filosofi Pelayanan
Publik. Malang: Setara Pers.
Surjadi,
H. 2009. Pengembangan Kinerja Pelayanan
Publik. Bandung: PT. Refika Aditama.
Syafri,
Wirman H. 2012. Studi Tentang
Administrasi Publik. Jakarta: Erlangga
Sinambela,
Lijan Poltak. Reformasi Pelayanan Publik.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
[1] H. Wayne Johnson. The Social
Services an Introduction. U.S.A: F.E Peacock Publisher U.S.A. 1986. Hlm.
330-331
[2] Dr. H. Wirman Syafri. Studi
Tentang Administrasi Publik. Jakarta: Erlangga,2012, Hlm. 112
[3]
Dr. Lijan Poltak Sinambela,
dkk. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007, Hlm. 36
[4] Hesti Puspitosari, dkk. Filsafat
Pelayanan Publik. Malang: Setara Press, 2012, hlm. 125-128
[5] Ibid, hlm. 128-129
[6] Ibid, hlm. 129-130
[7] Ibid, hlm. 130
[8] Ibid, hlm. 131-133
[9] Harbani Pasolong. Teori
Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta, 2014, hlm. 130
[10] H.Surjadi. Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Bandung: PT. Refika Aditama,
2009, hlm.11-14
[11] Ibid, hlm. 33- 37
[12] Ibid, hlm. 45-48
[13] Ibid, hlm. 55-56
[14] Ibid, hlm. 59-63